logo

Syahrul Muwasah | Dr. H. Chazim Maksalina, M.H.

Ditulis oleh alifudin on .

Ditulis oleh alifudin on . Dilihat: 483

 Syahrul Muwasah

oleh Dr. H. Chazim Maksalina, M.H.

Ketua Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo

 

              Topik kita masih berkaitan dengan nama lain dari bulan Ramadan, memasuki puasa ke sembilan belas ini kita mengangkat sebutan Ramadan adalah syahrul muwasah yang bisa diterjemahkan sebagai bulan solidaritas.

              Selain kesalehan individual, kesalehan sosial menjadi topik yang mengemuka, di bulan mulia ini di mana individu sebagai pemeluk agama tidak saja dilihat dari kedisiplinannya melaksanakan ritual penyembahan dan ketaatan, namun juga dari kebaikan dan manfaatnya kepada lingkungan sosial dan alam.

              Dalam khutbah yang panjang menjelang masuk bulan Ramadan, Rasulullah saw menyampaikan bahwa bulan Ramadan adalah bulan solidaritas dan peduli, seperti petikan sabdanya:

 ”Ramadhan adalah bulan solidaritas (syahrul muwasah), dan bulan ditambahkan rezeki bagi orang beriman ...” (HR al-’Uqaili, Ibnu Khuzaimah, Baihaki, Al-Khatib, dan al-Asbahani). Yakni solidaritas kepada sesama manusia, khususnya mereka yang mengalami kekurangan. 

              Melalui puasa Ramadan diharapkan solidaritas yang kita miliki kepada sesama manusia akan semakin meningkat. Rasulullah saw mengingatkan “Tidaklah beriman orang yang merasa kenyang sepanjang malam, sedangkan tetangganya menderita kelaparan.” (HR Thabrani).

         Secara etimologi arti solidaritas adalah kesetiakawanan atau kekompakkan. Solidaritas salah satu bagian dari nilai Islam yang humanistik transendental. Wacana solidaritas bersifat kemanusiaan dan mengandung nilai adiluhung, tidaklah aneh kalau solidaritas ini merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

             Dan kesalehan sosial ini bisa diukur dengan parameter orang bersangkutan berbuat amal saleh dan proyek kebaikan lainnya. Karena iman dan amal menjadi mata rantai yang harus sinergis, oleh karena itu keduanya tampil menjadi mainstream dalam sebuah perubahan sosial. Akan sulit kiranya, sebuah perubahan jika iman hanya disandarkan pada kesalehan vertikal (mahdhah) tanpa dibarengi dengan kesalehan sosial (ghairu mahdhah) yang lebih memihak kepada persoalan kemanusiaan.

            Nilai kebaikan solidaritas dalam Al-Quran berbunyi:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah: 2).

            Inilah pondasi nilai Islam yang merupakan sistem sosial, di mana dengannya martabat manusia terjaga, begitu juga akan mendatangkan kebaikan bagi pribadi, masyarakat dan kemanusiaan tanpa membedakan suku, bahasa dan agama.

              Solidaritas juga tercermin dalam Hadits dari Sufyan bin Uyaynah:

“Bahwa Rasulullah saw bersabda: “Saya (Rasulullah saw) dan pengayom, pelindung anak yatim atau kepada yang lainnya di surga seperti dua ini, lalu Sufyan melakukan isyarat seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw memberikan isyarat dengan jari telunjuk dan tengah” (At-Thabrani).

Maksudnya orang yang suka memberikan pertolongan kepada anak yatim, nanti di surga akan berdekatan dengan Rasulullah saw, seperti jari telunjuk dan tengah. Dalam Hadis lain dijelaskan juga (solidaritas) selain kepada anak yatim.

              Bagi yang mampu melakukan aksi solidaritas tetapi tidak melaksanakannya, maka orang tersebut telah mendustakan agama seperti terungkap dalam firman Allah swt:

“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?. Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan menolong dengan barang berguna (tolong menolong)”. (Al-Ma’uun : 1-7).

           Dalam hal solidaritas juga, Rasululllah saw telah membuat ilustrasi yang bagus sekali :

“Perumpamaan orang-orang mumin dalam cinta dan kasih sayangnya seperti badan manusia, apabila salah satu anggota badan sakit maka seluruh anggota badan merasakannya”. (Al-Bukhari).

Dalam redaksi lain ada tambahan yang berbunyi :

“Allah akan menolong seseorang hamba, selama hamba itu menolong saudaranya”. (Bukhari)

              Solidaritas tidak hanya dalam perkara benda saja tetapi meliputi kasih sayang, perhatian, dan kebaikan lainnya. Agama Islam sangat menganjurkan pada solidaritas kebersamaan dan sangat anti yang berbau perpecahan, menghembuskan sifat permusuhan di masyarakat. Karena titik kekuatan suatu komunitas atau negara terletak pada solidaritas kebersamaan dan persatuan.

             Di antara wujud kesalehan sosial adalah lahirnya sikap cinta dan kasih sayang terhadap sesama. Dianggap sia-sia ibadah ritual seseorang, jika tidak disertai dengan ibadah sosial. Rajin salat jamaah di masjid, harus diimbangi dengan rajin sedekah, peduli dengan nasib kaum yang lemah. Rutin mengaji harus disertai dengan rutin berbagi kepada saudara dan tetangga yang membutuhkan. Tekun bermunajat memohon pertolongan Allah harus dibarengi dengan tekun memberi pertolongan kepada orang lain. Aktif mencari ilmu harus diikuti dengan aktif membantu kepada sesama.

             Semoga kita bisa mengimplementasikan kesalehan sosial ini dalam kehidupan kita sehari hari, dan menjaganya sehingga menjadikan cermin yang baik terhadap kehidupan sosial disekitar kita, terutama pada saat yang penuh berkah dan pada bulan yang agung dan berlimpah rahmat dan karunia ini.

 

 Wallahu a'lam bi showab

 Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi ajma'in

Hubungi Kami

Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo

Jl. Tinaloga No.5 Kelurahan Dulomo Selatan, Kota Utara, Gorontalo

Telp: 0435-8591389 
Fax: 0435-831625

Email : surat@pta-gorontalo.go.id

Hak Cipta Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo © 2022