Meritokrasi Tatanan Berkeadilan

Ditulis oleh Ersi Indah A on .

Ditulis oleh Ersi Indah A on . Dilihat: 1234

Meritokrasi Tatanan Berkeadilan

oleh Dr. H. Chazim Maksalina, M.H.

Ketua Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo

 

            Pada kesempatan ini, penulis tergerak membahas topik menarik terkait dengan pembangunan sistem _meritokrasi_. Sejalan dengan itu, PTA Gorontalo saat ini juga sedang melaksanakan _assesment_ seleksi pegawai dalam rangka mengisi jabatan yang kosong.

            Kata meritokrasi sendiri dengan _surprise_ belum lama ditemukan oleh sosiolog Michael Dunlop Young pada tahun 1958 dalam buku _satire nya_ yang berjudul The Rise of the Meritocracy.

          Konsep meritokrasi dalam Islam dapat ditemukan dalam  Al-Qur’an dan hadits yang menyebutkan pentingnya menempatkan orang yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam tugas yang tepat. Misalnya, dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 58, Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” (Q.S. An-Nisa: 58). 

           Ayat ini menggarisbawahi prinsip meritokrasi dalam konteks Islam, yaitu keharusan untuk menempatkan seseorang berdasarkan kemampuannya dan menilai secara adil.

           Demikian halnya di dalam hadits, Nabi saw bersabda, yang artinya: "Jika suatu perkara diserahkan kepada selain ahlinya, maka tunggulah kehancurannya" (HR. Bukhori).

          Proses meritokratik atau meritokrasi berasal dari kata _merit_ yang berarti manfaat. Pengertian meritokrasi, mulanya menunjuk pada suatu bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan. Kerap dianggap sebagai suatu bentuk sistem masyarakat yang sangat adil dengan memberikan tempat kepada mereka yang berprestasi untuk duduk sebagai pemimpin. Dalam pengertian khusus, meritokrasi sering dipakai untuk menentang birokrasi yang sarat KKN terutama pada aspek _nepotisme_. Karena nepotisme lebih mengutamakan hubungan yang tidak didasarkan pada prestasi atau kemampuan dan lebih didasarkan karena kekeluargaan.

          Tujuan Meritokrasi

          Tujuan utama penerapan sistem meritokrasi adalah untuk memastikan bahwa jabatan di birokrasi pemerintah diduduki oleh orang-orang yang _profesional_ dan _berintegritas_. Sistem ini mengutamakan _kualifikasi_, _kompetensi_, dan _kinerja_ saat perencanaan, perekrutan, penggajian, pengembangan, _retensi_(jumlah termin pekerjaan yang disimpan atau ditahan hingga selesainya masa pemeliharaan yang ditentukan dalam kontrak), disiplin, dan pensiun pegawai secara sistemik maupun kulturnya yang di dalamnya diperlukan suatu tindakan yang aktual, yaitu membangun kekuatan pegawai, hubungan sosial pegawai dengan _outputnya_ , perlindungan pegawai, dan kesejahteraan spiritual pegawai. Implementasi dari agenda tersebut titik tekannya bukan hanya sekedar instrumen tetapi akses, mendorong kuantitatif, mendidik kualitatif dan membangun sistem.

          Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.    

          Hal ini sebagaimana tertuang dalam UU No. 5 tahun 2014 Sistem Merit didefinisikan sebagai “Kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang diberlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi.”

         Dalam UU No. 20  tahun 2023, “Prinsip Meritokrasi” adalah prinsip pengelolaan sumber daya manusia yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, potensi, dan kinerja, serta integritas dan moralitas yang

dilaksanakan secara adil dan wajar dengan tidak membedakan latar belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus.

          Tiga Cara Pemilihan Pejabat

          Ada tiga cara yang digunakan dalam proses pemilihan pejabat.

Pertama, _peer review_ atau pandangan rekan kerja terhadap seseorang yang dipromosikan sebagai pejabat. Kedua, penilaian atasan yang dilakukan secara berjenjang.  Ketiga, _evidence based_, yang dilakukan secara tepat dan akurat dengan proses pengisian form secara daring (dalam jaringan) atau online, dengan _algoritma_ komputer khusus. Selanjutnya, tiga instrumen ini diintegrasikan melalui Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan).

          Sistem merit memainkan peran penting dalam mengubah paradigma birokrasi, dengan dampak dalam meningkatkan efektivitas, transparansi, dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.

             Manfaat Meritokrasi

             Pertama, fokus pada peningkatan efektivitas birokrasi menjadi tujuan utama sistem merit. Seperti menetapkan prinsip bahwa pengisian jabatan dan promosi didasarkan pada kualifikasi dan kinerja yang objektif, sistem ini menciptakan dinamika di mana individu yang mengisi jabatan adalah mereka yang kompeten dan memiliki kinerja tinggi. Sehingga, efektivitas birokrasi dapat meningkat.

           Selanjutnya, sistem merit juga memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan transparansi birokrasi. Keputusan terkait personalia, seperti pengisian jabatan dan promosi, menjadi lebih terbuka karena didasarkan pada kualifikasi dan kinerja yang terukur. 

          Inilah yang menciptakan lingkungan di mana setiap keputusan terlihat lebih objektif, menyuburkan _transparansi_ yang sangat diinginkan dalam pengelolaan birokrasi.

           Terakhir, sistem merit membuka jalan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi. Dengan menunjukkan komitmen untuk mengisi jabatan dengan individu yang kompeten dan berkinerja tinggi, sistem ini membawa dampak positif dalam membentuk keyakinan bahwa birokrasi bertindak atas dasar profesionalisme dan kompetensi.

           Inilah yang pada gilirannya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga birokrasi, sebuah terobosan dalam membangun hubungan harmonis antara birokrasi dan masyarakat yang dilayani.

 _Wallahu a'lam bi showab_ 

 _Allahumma sholli wa sallim 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi ajma'in_