'Amul Huzni

Ditulis oleh alifudin on .

Ditulis oleh alifudin on . Dilihat: 12982

'Amul Huzni

oleh Dr. H. Chazim Maksalina, M.H.

Ketua Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo

    Dalam periode kenabiannya, sebagai seorang manusia biasa, Rasulullah mengalami masa-masa sulit dan berduka dalam hidupnya. Masa itu sering disebut dengan  'amul huzni.

    Amul huzni artinya tahun kesedihan atau tahun duka. Istilah tersebut berasal dari bahasa Arab, ' am  (tahun) dan al huzni  (kesedihan).

Istilah amul huzni merujuk pada periode setahun ketika Nabi Muhammad dirundung kesedihan. Jika disesuaikan konteksnya, amul huzni adalah peristiwa wafatnya dua orang yang sangat berpengaruh dalam hidup Rasulullah saw., yakni istri pertama bernama Siti Khadijah, serta pamannya yang bernama Abu Thalib.

Sebelumnya, pada masa pra-kenabian, Muhammad sejatinya telah beberapa kali mengalami duka. Beberapa di antaranya ketika ia ditinggal oleh ayah, ibu, dan kakeknya. Namun, ketika itu, usianya masih sangat kecil.

    Sementara itu, peristiwa amul huzni menimpa Nabi Muhammad pada usia paruh baya. Peristiwa amul huzni terjadi pada tahun ke-10 kenabian Muhammad saw., sekitar 619 Masehi.

    Khadijah binti Khuwailid merupakan salah satu sosok berpengaruh dalam kehidupan Nabi Muhammad saw.

    Khadijah terbilang sebagai sosok pendamping hidup yang ideal bagi Muhammad. Salah satunya terlihat dalam peristiwa pewahyuan Al-Qur'an, yakni ketika Muhammad berusia 40 tahun.

    Setelah ditampakkan ke hadapannya sosok malaikat Allah Swt. yang membawakan wahyu berupa Al-Qur'an, Muhammad pulang dengan debaran hati. Jantungnya berdenyut kencang, ketakutan. Kemudian, ia meminta kepada sang istri, "Selimuti aku!"

Sembari menyelimuti suaminya, Khadijah berusaha meneguhkan hati Muhammad. Ia meyakinkan suaminya bahwa kepercayaan telah diberikan Allah Swt. kepadanya untuk menjadi rasul.

    Sosok lain yang tak kalah berjasa dalam hidup Nabi Muhammad ialah Abu Thalib, pamannya. Ia merupakan pengganti orang tua bagi Muhammad.

    Sejak usia 6 tahun, Muhammad hidup tanpa ayah dan ibu. Hanya Abdul Muthalib, sang kakek, yang menemaninya. Sayangnya, dua tahun kemudian, kakek tercintanya itu juga dipanggil oleh Allah Swt. Mulai saat itulah Muhammad hidup dan besar dengan asuhan Abu Thalib.

Setelah Muhammad mengumumkan kenabiannya pada usia 40, Abu Thalib mendapatkan banyak tekanan dari kaum Quraisy. Namun, hal itu tidak melunturkan dukungannya kepada sang keponakan.

    Sebelum peristiwa amul huzni, Nabi Muhammad dan kaum muslim secara umum di Makkah telah mengalami masa-masa sulit.

Sekitar tujuh tahun setelah Muhammad diutus sebagai nabi sekaligus rasul, dengan semakin bertambahnya kaum muslim, pihak Quraisy mengambil langkah ekstrem. Demi mengadangi dakwah Islam, mereka membentuk kesepakatan tertulis yang dituangkan dalam piagam yang digantung di Ka'bah.

Isi piagam tersebut ialah perintah pemboikotan total terhadap Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib. Dua kelompok tersebut dilarang menggelar pernikahan dan mengadakan jual beli dalam bentuk apa pun di wilayah kota Makkah.

    Itu menjadi tahun-tahun yang berat bagi umat Islam. Nabi Muhammad saw., keluarga, dan para sahabat, mengungsi ke celah-celah gunung di luar Kota Makkah. Mereka kesulitan mendapatkan bahan makanan. Kaum muslim sama sekali tidak berkesempatan bergaul dengan orang lain, kecuali pada bulan-bulan suci, kala semua permusuhan diredakan.

Pemboikotan itu berlangsung selama tiga tahun, sejak sekitar 616 hingga 619 M. Umat Islam, dengan segala keterbatasan yang dimiliki, tetap mampu bertahan hidup. Ikatan persaudaraan yang mereka bangun semakin kukuh. Hal ini membuat kabilah lain terkesan.

    Namun, kenyataannya, masa-masa sulit tidak berhenti di situ. Menurut catatan Martin Lings dalam Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Awal, pada 619 M, tidak lama setelah pencabutan boikot, Nabi Muhammad mengalami amul huzni. Ia terpaksa harus melepaskan kepergian sang istri, Khadijah bin Khuwailid, yang dipanggil Allah Swt. Sudah 25 tahun lamanya Nabi hidup bersama Khadijah.

    Ibnu Ishaq berkata, “Setelah Khadijah bin Khuwailid wafat kemudian disusul dengan wafatnya Abu Thalib paman Rasulullah saw." Kehilangan beruntun inilah yang disebut sebagai peristiwa amul huzni.

Pada tahun yang sama, Abu Thalib berpulang pula. Salah satu yang paling membikin Rasulullah sedih ialah sang paman tidak mengucapkan dua kalimat syahadat hingga akhir hayatnya. Padahal, Abu Thalib sangat gigih menjaga Nabi dari ancaman para petinggi Quraisy, termasuk ketika menjalankan dakwah Islam.

    Barnaby Rogerson dalam Muhammad: Biografi Singkat menjelaskan, kepergian Abu Thalib membuat Nabi Muhammad dan kaum muslim tidak lagi berada dalam perlindungan seorang tokoh kabilah. Kepemimpinan Bani Hasyim mendarat ke tangan Abu Lahab, seorang musuh Islam yang demikian frontal.

Namun, peristiwa amul huzni, periode ketika Rasulullah ditinggal oleh Khadijah dan Abu Thalib, merupakan awal perjalanan baru. Memang tidak ada lagi pelindungnya dari kalangan manusia. Sebaliknya, ia mendapatkan anugerah besar dari Allah Sang Pelindung Sesungguhnya.

    Sebagai penghormatan umat terhadap rasulnya, hanya dengan memperbanyak sholawat kita bajakan dan kirimkan untuk mendapatkan keberkahan dan syadaat Rasulullah. Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi wa sallim Ya Allah curahkan rahmat dan kesejahteraan kepada pemimpin kita Muhammad dan keluarga serta para sahabatnya.